Senja, bagi sebagian orang hanya diartikan sebagai perpindahan dari siang menuju malam. Namun, tidak untuk gadis bersurai panjang dengan warna coklat karamel yang mendominasi itu. Baginya senja memiliki makna tersendiri dalam hidup, terutama sejak 15 tahun yang lalu. Saat kata kehilangan melekat dalam dirinya dan terdengar sangat menyakitkan. Kehilangan saudara se-ibu, se-darah, bahkan se-rahim adalah hal yang paling tidak diinginkan dalam hidupnya.
Hiruk-pikuk dunia masih bisa ia rasakan, tetapi tak akan sama semenjak orang yang dari sedari dulu diharapkan belum juga menampakkan diri. Selama bertahun-tahun gadis itu tidak bisa hidup dengan tenang. Pikiran yang selalu menghantui karena mengingat kondisi saudaranya setiap saat. Ia tidak tahu seperti bagaimana keadaan saudaranya saat ini? Di mana tempat tinggalnya? Bagaimana caranya untuk bertahan hidup? Apakah ia baik-baik saja?
Siapa yang harus disalahkan dalam kejadian ini? Apakah salah kedua orang tua mereka? Pikiran yang kacau membuatnya tanpa sengaja meninggalkan salah satu anaknya saat transit di negara orang. Apakah ini salah saudara kembarnya yang tidak bisa menahan diri dari godaan ice cream di ujung lorong sana? Apakah ini salahnya sendiri yang belum mampu berusaha sekuat tenaga untuk mencegah kejadian buruk itu terjadi? Ataukah ini salah semesta yang dengan tega memisahkan sepasang gadis bak pinang dibelah dua itu? Seakan belum ada jawaban yang tepat atas semua pertanyaan tersebut. Sampai saat ini semua orang masih menyalahkan diri sendiri atas kejadian ini.
Berbagai cara sudah dilalui untuk mencari saudara yang kini masih terpisah dengan keluarganya. Setiap hari ia berharap ada seseorang yang menghubunginya untuk memberitahukan keberadaan saudara kembarnya. Namun nihil, tidak ada yang bisa menemukan tanda-tanda apapun, walaupun petugas berwajib serta media sosial sudah ikut andil dalam pencarian. Bahkan gadis itu sempat berpikir, apakah saudara kembarnya juga melakukan hal serupa dengan mencarinya sekarang? Atau ini hanya kerinduan yang dialami oleh satu pihak saja? Keputusasaan orang tuanya terlihat sangat jelas pada raut wajah mereka yang kian hari didapati bertambah jumlah garis kerutan.
Gadis berdarah Indonesia yang kini menggunakan bahasa Inggris untuk percakapan sehari-hari itu sering berkelana mengunjungi pantai di kala senja demi mencari setitik keajaiban. Karena inilah hal yang sering mereka lakukan semasa kecil dulu, menikmati matahari terbenam sambil bermain pasir bersama. Entah ini merupakan pantai keberapa yang sudah ia kunjungi selama 7 tahun terakhir, ia tak peduli tentang itu.
Suara desiran ombak dan sinar warna jingga dari arah barat yang mulai redup menambah kerinduan yang tak ia harapkan. Perasaan lelah dan putus asa seakan sudah malambai untuk mengajaknya pergi bersama. Namun ia tahu inilah yang sepatutnya ia lewati. Perasaan yang seharusnya ia buang jauh-jauh ke atas langit yang tinggi, demi mencari kebahagiaan yang masih hilang dalam entah ke mana.
Kaki jenjang dengan lemah membawa tubuh kecil itu berjalan menyusuri bibir pantai. Namun, langkahnya terhenti tatkala ia melihat cermina dirinya tepat di hadapannya. Apakah ia sedang berhalusinasi? Tidak! Kini ia benar-benar sedang berhadapan dengan gadis yang berparas sangat mirip dengannya. Tubuh yang tampak sedikit lebih kurus dan rambut hitam sebahu yang berkilau terkena cahaya dari sang surya. Sangat cantik pikirnya, iya seperti dirinya. Kedua pasang mata yang saling bertatapan, lama sekali seakan-akan saling menyelidiki satu sama lain tanpa ada yang membuka suara.
Hanya kicauan burung dan suara ombak yang menghantam satu sama lain menjadi pemecah keheningan. Membiarkan angin berhembus pelan melewati sela-sela rambut mereka serta membawa rasa kesedihan yang selama ini jauh terbang bersama angin tanpa arah yang jelas. Bahkan hangatnya pasir pantai masih bisa dirasakan menjalar hingga ke hati mereka, walaupun belum bisa melelehkan tangan dingin yang bagai mati rasa. Dunia seakan berhenti berputar bagi kedua gadis ini. Entah sudah berapa menit mereka hanya saling pandang dalam diam. Tanpa sadar, air mata terjun bebas mengisyaratkan mereka sudahi acara tatap-menatap ini. Detik berikutnya sebuah pelukan hangat penuh kerinduan mereka hamburkan.
Perasaan yang masih sama seperti 15 tahun yang lalu kini bisa dirasakan lagi kehadirannya. Bagaikan saling mengisi ruang kosong pada raga masing-masing insan.Menumpahkan semua perasaan yang sebelumnya masih tertahan, tergantikan oleh perasaan lega yang sudah lama tidak pernah mereka rasakan membawanya pada senyum kemenangan. Membuat mereka tidak lagi menyalahkan diri sendiri maupun semesta. Sebaliknya, ungkapan terima kasih pada semburat senja pantai yang telah mendengar semua keluh kesahnya, serta Tuhan yang tidak pernah menutup telinga dari pinta hamba-Nya.
Tidak ada yang bisa disalahkan dalam kejadian lampau. Pertemuan ini akan menghapus ribuan luka yang sejak dulu tidak kunjung mengering. Membayangkan betapa bahagia saat pulang nanti membawa kabar ini kepada keluarga yang selama ini belum bisa berbuat banyak karena tubuh yang sudah mulai rentan. Setelah ini tidak ada lagi yang kesepian saat menikmati senja, tidak ada lagi yang akan bermonolog sambil duduk di hamparan pasir, serta tidak ada lagi air mata yang mengering karena tertiup lembutnya angin.
Hari ini 5 Februari 2024, senja di Renvyle Beach, Irlandia dengan jarak ribuan mil dari tempat mereka masing-masing berasal, akan menjadi sejarah yang tak terlupakan sepanjang hayat bagi kedua gadis itu. Seakan-akan mereka ingin bisa menulis cerita indah di langit agar seluruh semesta tahu jika perjalanan panjang mereka membuahkan hasil yang manis. Pertemuan ini juga merupakan kado terindah bagi sepasang saudara kembar dalam 23 tahun hidupnya atau bahkan untuk seumur hidupnya.
Memang benar adanya, takdir tidak pernah keliru mengiringi langkah manusia. Hanya perlu menunggu waktu yang tepat maka semesta dan seluruh isinya juga akan menyertainya. Ikuti saja alur yang sudah dilukiskan seperti arus yang mengalir membawa air menghantam bebatuan hingga tibalah saatnya untuk bebas dalam samudra yang luas.
Semoga semua cerita indah tadi tidak akan pernah menghilang saat ia terbangun dari tidurnya kelak. Kenangan yang manis walaupun hanya sebagai bunga tidur tidak akan bisa ia lupakan begitu saja. Dengan harapan, semua mimpi ini di suatu hari nanti akan menjadi kenyataan, walaupun ia juga tidak tahu kapan hal itu akan terjadi.
Penulis: Nurlita Santi
Redaktur: Natasya