Awal mula kasus ini hanya permasalahan pemungutan dana untuk Paslon Pemilwa, lalu merambah pada indikasi ketidaktransparasian KPUM‑F dan Sema‑F, pendaftaran DPT bermasalah, terjadi server down, kemudian salah satu Paslon dari jurusan Akuntasi Syariah (AKS) melakukan gugatan ke Bawaslu terkait indikasi manipulasi data.
Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam (FEBI) Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Tulungagung melakukan praktik kongkalikong dalam menyelenggarakan Pemilihan Ketua dan Wakil Ketua (Pemilwa) Himpunan Mahasiswa Jurusan (HMJ) dan Dewan Eksekutif Mahasiswa Fakultas (Dema‑F). Pemilwa FEBI 2020 ini diketuai Donna Ayu Wardani.
Pemilwa tahun ini berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya. Pertama, Pemilwa kali ini menggunakaan sistem e-voting. Mahasiswa FEBI memilih Pasangan Calon (Paslon) HMJ dan Dema‑F secara Dalam Jaringan (Daring). Sebab, kampus belum melaksanakan kegiatan akademik secara Luar Jaringan (Luring).
Kedua, Komisi Pemilihan Umum Mahasiswa (KPUM) baru mulai tahun ini bersifat independen meskipun Surat Keputusan (SK) dari Dekan belum ada. Ketiga, terdapat persyaratan tambahan, yaitu wajib melakukan pembayaran administrasi. Padahal, Pemilwa yang dilaksanakan di Fakultas Syariah dan Ilmu Hukum (Fasih), Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan (FTIK), dan Fakultas Ushuluddin, Adab dan Dakwah (FUAD) tidak ada persyaratan tersebut.
Perihal kasus ini diketahui pada Sabtu, 19 Desember 2020 oleh Meidiawan (bukan nama sebenarnya) yang memberi pesan via WhatsApp kepada Lembaga Pers Mahasiswa (LPM) Dimensi bahwa di Komisi Pemilihan Umum Mahasiswa Fakultas (KPUM‑F) melakukan pemungutan dana bagi Paslon sebesar Rp150.000 pada Jum’at, 18 Desember 2020.
Menurut pemaparan panitia KPUM, pembayaran tersebut untuk biaya administrasi Paslon. “Bayar itu nanti feedback-nya waktu debat, pasti kan ada konsumsi. Sedangkan Komisi Pemilihan Umum (KPU). Gak ada Dana Pengembangan Pendidikan (DPP),” ungkap Fauzi Iqbal Halamzah, salah satu KPUM‑F.
Dimensi menghubungi salah satu Paslon perihal biaya administrasi, “iya emang disuruh mbayar kemarin 150.000,” ungkap salah satu Paslon yang tidak mau disebutkan identitasnya.
Minggu, 20 Desember 2020, Meidiawan mengirim screenshots kepada Dimensi yang berisi percakapan salah satu Paslon dengan Donna terkait pembayaran Rp150.000.
Darpa (nama samaran), salah satu Paslon Pemilwa, mengirimkan screenshots hasil percakapannya dengan Donna kepada Dimensi yang berisi, “Uangnya dibuat aplikasi. Masalah uang 150 koordinasi sama ketua HMJ-mu,” terang Donna.
Dimensi juga menguhubungi ketua Paslon nomor urut 1 jurusan Manajemen Zakat Wakaf Dika Zulfatus S. Ia mengklarifikasi bahwa pembayaran itu memang ada, namun ia belum mengetahui secara spesifik kegunaan uang tersebut. “Yang saya tahu, ini penjelasan dari panitia Komisi Pemilihan Umum (KPU), dana segitu akan timbal balik ke para Paslon. Tapi spesifiknya untuk apa saya kurang tahu. Ini juga masih cari tahu makanya saya belum bayar,” terangnya.
Senin, 21 Desember 2020, Arpian Wicaksono, Paslon nomor urut 2 dari jurusan Perbankan Syariah, mengklarifikasi Paslon memang harus membayar, namun ia tidak tahu kegunaan uang tersebut dengan jelas. “Alhamdulillah sudah (melakukan pembayaran).., untuk masalah pembayaran saya kurang tahu, soalnya perwakilan dari anggota HMJ saya yang melakukan pembayaran,” paparnya.
Selasa, 22 Desember 2020, Dapta, nama samaran, salah satu Paslon Pemilwa menjelaskan bahwa perihal jumlah nominal sudah dirapatan dengan semua ketua HMJ dan semua menyetujui, “… Kenyataanya ada yang dibiayai full dari HMJ, ada yang separo. Kalo aku kemarin dibayarin yang 100 sama HMJ,” ujarnya. Dapta juga mengatakan bahwa Manajamen Zakat Wakaf dan Manajemen Keuangan Syariah sudah melakukan pembayaran dan semua biaya ditanggung HMJ.
Rabu, 23 Desember 2020, Bujang, ketua Sema FEBI menjelaskan kegunaan pemungutan dana untuk memenuhi kekurangan dana Sema FEBI kepada para Paslon setelah debat kandidat. Karena DPP Sema paling kecil dari HMJ dan Dema. Walhasil, uang tersebut untuk membeli aplikasi. “150 i melayu mung nekKPU membuat teknis (uang 150 ribu itu untuk teknis KPU, red.),” ucapnya.
Bujang juga memberi nasihat agar para Paslon menjaga jarak dengan media. “Kalau urunan ini di-back up oleh media, Paslon ya jelek. Imbasnya juga jelek. Engko FEBI Pungli dan sebagianya. Media yang akan dibawa pasti elek gak mungkin apik (kalau iuran Rp150.000 ini di ketahui oleh media, nama Paslon akan jelek. Dampaknya akan jelek pula ke yang lain. Nantinya akan ada pemberitaan tentang Pungli dan sebagainya. Media pasti akan memberitakan yang jelek, tidak mungkin berita baik, red.),” ucapnya.
Dimensi telah menghubungi semua Paslon dan wakilnya, namun hanya beberapa yang menanggapinya. Beberapa dari Paslon dan wakilnya yang enggan menanggapi, menyatakan bahwa mereka tidak bersedia diwawancara dan ada pula yang mengabaikan pesan dari Dimensi. Rupanya, semua Paslon dan wakilnya telah mendapatkan himbauan dari Bujang untuk menjauhi media manapun.
Jum’at, 25 Desember 2020, kemudian, Meidiawan memaparkan bahwa tahun lalu juga melakukan pembayaran. “Tahun lalu ada pembayaran, cuma tahun lalu iku satos seket, tapi akhirnya ada yang berani menego. Akhire tahun lalu iku mbayare cuma satos (tahun lalu ada pembayaran Rp150.000, tapi ada nego dan akhirnya tahun lalu hanya membayar Rp100.000, red.),” paparnya.
Sabtu, 26 Desember 2020, Glalibah (nama samaran), salah seorang ketua HMJ di FEBI, mengkorfirmasi kalau Paslon ada pembayaran. Ia juga menjelaskan kalau Sema‑F tidak melakukan kesepakatan dalam penentuan nominal pembayaran. “Gak ada kesepkatan, pada intinya Sema ngasih pemberitahuan kepada Paslon untuk iuran. Yang katanya dibuat untuk teknis Pemilwa dan konsumsi Paslon,” paparnya.
Kemudian Mediawan memberi pesan bahwa ada yang mengalami hak suaranya digunakan orang lain padahal belum melakukan vote suara. Dimas Fakhruddin, demisioner Ketua HMJ Akuntansi Syariah (AKS) 2019/2020, juga memberikan pesan suara Fauzi Iqbal Halamzah, yang mengiformasikan harus melakukan pemilihan ulang karena sekitar pukul 09.30 WIB server down dan pukul 10. 30 WIB sudah bisa dilakukan pemilihan. “…dari server mengatakan lewat KPU ada down pada server. Sehingga harus melakukan pemilihan ulang yang akan dilaksanakan pada pukul 10.30,” jelasnya.
Pada Kamis, 17 Desember 2020, Dimensi mengonfirmasi terkait verifikasi pendaftaran Daftar Pemilih Tetap (DPT) kepada Meidiawan. Ia menjawab ada verifikasi pendaftaran DPT pada tanggal 16 Desember 2020. “Ada verifikasi. Cuma karena verifikasi nggak semuanya, mergo dari ketum iku lek ngeshare kasep akhire gak semuanya verifikasi. Nah, dilaporkan ke KPU lagi. Di KPU diberi keringanan yang meskipun gak verifikasi itu bisa milih yang penting sesuai sudah terdaftar di DPT-nya (ada verifikasi, namun tidak semuanya. Karena dari Ketua Umum telat membagikan link verifikasi, jadi tidak semua verifikasi. Ketika dilaporkan ke KPU, mereka memberi keringanan. Meskipun tidak verifikasi, tetap dapat melakukan pemilihan, asal sesuai dengan DPT, red.),” ujarnya.
Pinkan Leysia Rahman, mahasiswa semester 5 jurusan AKS, yang menyatakan Nomor Induk Mahasiswanya (NIM) sudah digunakan orang lain. “Saya kurang puas, soalnya tadi saya belum mendapatkan hak pilih saya,” ucapnya
Pernyataan serupa juga dialami Dimas Nur F., mahasiswa jurusan AKS yang menyatakan, “soal Pemilwa tadi saya tidak bisa ikut serta menyumbang suara karena mungkin ada kesalahan teknis (mengirim gambar). NIM saya tidak terdaftar padahal sudah verifikasi sebelumnya,” ucapnya.
Minggu, 27 Desember 2020, Dimas memberikan informasi bahwa jurusan AKS melakukan gugat pada Senin, 28 Desember 2020, yang hanya dihadiri oleh Bawaslu dan tim penggugat. Isi tuntutannya, sebagai berikut,
Dimensi mengonfirmasi kepada Bawaslu mengenai uang pendaftaran untuk Paslon, mereka menjawab bahwa KPUM yang lebih tahu. Mereka juga tidak mengetahui perihal DPT yang bermasalah. Bawaslu hanya megetahui kegunaan uang pendaftaran itu untuk membeli aplikasi. Mereka juga tidak tahu perihal kebocoran data DPT.
Sabtu, 2 Januari 2021, Dimensi mengetahui tentang gugatan jurusan AKS yang ditolak pihak KPUM. Pers rilisnya sebagai berikut,
Jurusan AKS juga mengatakan kalau rencana gugatannya dibawa ke Wakil Dekan (Wadek) 3 dibatalkan dengan alasan kalau ke Wadek 3 harus melewati KPU dan Bawaslu, sedangkan mereka sudah diberi ancaman.
Ketika Dimensi melakukan wawancara dengan Bujang, ia mengatakan bahwa DPP Sema FEBI paling sedikit dibandingkan HMJ. Walhasil, Paslon membayar Rp150.000 karena KPUM kekekurangan dana. KPUM musyarawah dengan ketua HMJ, dan mereka sepakat membayar dengan menggunakan uang DPP-nya.
Senin, 4 Januari 2021, Meidiawan memberi pesan bahwa dalam pers rilis gugatan jurusan AKS ditolak. Dalam pers tersebut Bawaslu telah berunding dengan KPUM.
Minggu, 10 Januari 2021, kemudian, Dimas memberi informasi kalau Bujang meminta uang Paslon yang belom bayar.
Senin, 1 Febuari 2021, mengenai pemungutan dana Pemilwa, Sutopo, Wadek 3 FEBI mengatakan bahwa sebenarnya kecewa karena Rapat Kerja (Raker) sudah terancang dengan baik, tetapi karean DPP Sema FEBI paling kecil dengan kegiatan yang banyak, menyebabkan kekurangan dana. Akhirnya melakukan musyawarah mengadakan iuran dan semua setuju. “Bujang sempat sekitaran satu minggu lalu tak panggil ada berita seperti ini benar gak? (Bujang) langsung mengatakan benar dan ini kesepakatan HMJ, bukan uang pribadi tapi uang dari kasnya,” ucapnya.
Reporter: Gilang, Farida, Bayu, Zuhri, Natul, Zaki
Penulis: Amel
Editor: Ulum
Saran aja kalo mau mewancarai minimal ketahui dulu wajah orangnya , juga budayakan salam saat bertamu 😘
makin cinta deh sama dimensi sekarang