Dimensipers.com- Berawal ketika Nurhadi, jurnalis Tempo mengalami tindak kekerasan yang dilakukan oleh sejumlah oknum diduga polisi dan Tentara Negara Indonesia (TNI). Nurhadi bertugas di Surabaya, tepatnya di Gedung Pertemuan Graha Samudra Bumimoro (27/3/2021). Berlatar kejadian tersebut, beberapa jurnalis yang tergabung dalam Gerakan Journalist Anti Kekerasan (Gejolak) yang terdiri dari Persatuan Wartawan Indonesia (PWI), Aliansi Jurnalis Independen (AJI), Perhimpunan Pers Mahasiswa Indonesia (PPMI), dan lembaga pers lain melakukan aksi solidaritas turun ke jalan di Tulungagung, pada Rabu, 31 Maret 2021.
Peserta aksi berkumpul di halaman kantor Dewan Perwakilan Rakyar Dearah (DPRD) Tulungagung pada pukul 08.00 WIB. Kemudian, pada pukul 08.50 – 09.17 WIB Koordinator Lapangan (Korlap) melakukan briefing dan membagikan atribut aksi seperti pita dan poster. Selain itu, masker pula dibagikan guna mematuhi Protokol Kesehatan (Prokes). Sebelum melakukan long march ke Bundaran Tulungagung Teater (TT) pada pukul 09.19 WIB para peserta aksi menyanyikan lagu “Darah Juang” untuk memantik semangat mereka dalam aksi.
Sesampainya di Bundaran TT, perwakilan dari peserta aksi melakukan orasi yang berisi permintaan investigasi pengusutan kasus kekerasan. Sebagian di antaranya membentangkan poster melingkari bundaran. Poster yang dituliskan berisi kecaman terhadap aksi kekerasan aparatur negara kepada jurnalis. Setelah penyampaian orasi, para peserta aksi bergerak kembali menuju Kepolisian Resor (Polres) Tulungagung guna menemui Kepala Kepolisian Resor (Kapolres). Peserta aksi mengatur gerak formasi 2–2 agar tetap membagi bahu jalan kepada masyarakat.
“Pergerakan Jurnalis Anti Kekerasan (Gejolak) Tulungagung, kami meminta kepada kepolisian untuk menangkap pelaku kasus penganiayaan yang menimpa kawan kami, jurnalis Tempo di Surabaya. Selain itu, kami juga meminta kepada kepolisian untuk mengusut tuntas kasusnya. Proses pengusutan kasus harus dilakukan secara transparan, sehingga tidak terkesan tertutup-tutupi,” ujar Bramanta Pamungkas selaku Korlap aksi.
Bramanta juga memaparkan, berdasarkan data Lembaga Badan Hukum (LBH). Kekerasan dalam jurnalistik terus mengalami peningkatan setiap tahunnya sebanyak 39 kasus terhitung dari tahun 2009 hingga ke 2020. Hal ini menunjukkan bahwasannya penyelesaian kasus tidak tuntas, sehingga ada unsur kesengajaan membiarkannya.
Setibanya di Polres Tulungagung, aksi pun dilanjutkan dengan orasi yang dilakukan oleh massa aksi secara bergantian. Tak hanya orasi, mereka juga melakukan teatrikal dengan meletakkan atribut kerja seperti id card ke depan barisan aparat.
Ketua PWI M. Ainun Jabir, mewakili Gejolak menyampaikan sikap sebagai berikut:
1. Menyesalkan dan sangat menuntut kekerasan terhadap Nurhadi dalam menjalankan jurnalistik
2. Mengingatkan kepada seluruh kalangan dan pihak bahwa profesi wartawan dalam menjalankan tugasnya dilindungi oleh undang-undang pers 40 tahun 1999 kode etik dan regulasi lainnya yang sah dimata hukum.
3. Kami memandang kejadian yang menimpa wartawan Tempo baru-baru ini, Nurhadi, menyadarkan kita bahwa kita bersama ikhtiar untuk menjalankan dan menegakkan kebebasan dan kemerdekaan pers masih menghadapi banyak hambatan dan tantangan berat.
Salah satu peserta aksi dari koran Memo, Moch. Soleh Sirri menyampaikan harapannya, ‘’Kita berharap agar Polres tulungagung juga mau memberikan sumbangsih. Minimal untuk menyalurkan atau mengirimkan informasi ke kepolisian yang ada di Polda atau pusat bahwa di Tulungagung itu kepolisiannya juga sepakat untuk mengusut kasus itu. Harapan kami, seluruh aparat kepolisian di Indonesia bersama-sama berjalan seiringan mau mengusut kasus itu.’’
Sementara itu, Polres Tulungagung merespon melalui pernyataan Ajun Komisaris Besar Polisi (AKBP) Handono, selaku Kapolres Tulungagung. Mereka sepakat kejadian itu harus diproses sesuai dengan ketentuan yang berlaku secara profesional dan transparan. Pun berkomitmen kejadian itu tidak akan terjadi di wilayah Tulungagung. “Saya rasa, kita telah memiliki koordinasi, komunikasi, dan soliditas yang baik. Saya harapkan, ke depannya hal itu kita tingkatkan kembali baik dengan aparat penegak hukum, media, Kodim, dan Pemda. Yang terakhir, kejadian ini adalah koreksi bagi kami supaya kedepan kita bisa lebih solid lagi.’’ Jika kasus ini tidak selesai di mata hukum, Bramanta menegaskan para jurnalis yang tergabung dalam Gejolak akan melakukan aksi lanjutan dan mengerahkan massa lebih banyak lagi. Sebab, Gejolak mengingkinkan kasus ini harus jelas, dan akan terus mengawal sampai menemui titk terang.
Reporter: Ana, Rangga,Riza, Vidya
Penulis: Vidya
Redaktur: Natasya
Jarang tidur, tapi punya banyak mimpi. Let’s make equality bestie💫