Judul buku : Jung’s Map of The Soul: an introduction
Penulis : Murray Stein
Alih Bahasa : Siska Nurohmah
Penerbit : Shira Media
Kota : Yogyakarta, 2020
ISBN : 978–602-5868–82‑5
“Engkau dapat menjelajah dengan gamang pantai-pantai di Afrika arah selatan, tetapi tak ada apa pun ke arah barat kecuali rasa takut, hal-hal yang tak dikenal, bukan ‘laut kita’, melainkan Lautan Misteri. Mare Ignotum.”— The Buried Mirror
Layaknya alam semesta, jiwa manusia merupakan suatu misteri. Siapa yang berkenan berlayar pada laut ketidak pastian, menjelajah pada ruang hampa tanpa tahu apa yang akan ditemukan. Harta karun dengan emas berlian atau justru terjatuh dalam jurang kehampaan.
Jung muda mana peduli dengan hal tersebut! Layaknya Jhon Glenn dan Christopher Colombus, Jung juga memiliki wilayah dan petanya sendiri.
“Psike manusia adalah sebuah wilayah, dunia tak dikenal yang ia (Jung) jelajahi, sedangkan teorinya adalah peta yang ia ciptakan untuk menyampaikan pemahamannya mengenai psike.” (Halaman 4)
Sebagai seorang psiciatries, Jung memaparkan segala teorinya melalui berbagai cara, berdasarkan reseach bertahun-tahun, pengalaman nyata dengan pasien-pasien yang pernah ia tangani, pengalaman secara spiritual, dan mimpi-mimpi yang sering ia renungkan.
Semua cara tersebut diuji secara ilmiah oleh Jung untuk melahirkan sebuah peta unik, yang beberapa dekade terakhir digunakan oleh para Jungian untuk menjelajahi jiwa-jiwa manusia.
Buku ini menjabarkan berbagai sub psike yang Jung jelajahi. Kita bisa mengatakan jika seseorang hanya memiliki satu kepribadian. Namun, faktanya kepribadian sendiri memiliki sekelompok sub kepribadian.
Berdasarkan pemahaman saya terhadap buku ini, manusia memiliki lima sub kepribadian. Ego, persona, shadow, anima, dan animus. Ego atau sifat ke-aku-an merupakan kepribadian yang berada di permukaan, jadi sangat seseorang mudah mengenali ego pada diri orang lain.
Orang dengan ego yang kuat, atau biasa disebut egois menurut Jung tidak selalu berkonotasi negatif. Orang yang egois sejatinya memiliki pendirian yang teguh dan tidak mudah digoyahkan. Meskipun kadang kala bertolak belakang dengan naluri pelestarian diri dan lebih condong ke arah emosi, konflik, dan fantasi semata.
Selanjutnya ada Persona. Saya memahami persona sebagai public face atau bisa diartikan wajah yang ditunjukkan pada dunia. Persona merupakan kepribadian yang bermoral, terkenal santun tanpa cela.
Lahirnya persona dilatarbelakangi oleh dua hal, pertama tuntutan dari lingkungan dimana ia tinggal. Termasuk didalamnya seorang pegawai toko yang diharuskan untuk bersikap ramah pada semua pelanggan, tanpa terkecuali.
Kedua, ambisi sosial individu, yang pada praktiknya sering manusia lakukan agar diterima dan diakui keberadaannya oleh masyarakat.
Lawan dari persona adalah shadow atau bayang-bayang. Shadow meruapkan kepribadian yang sengaja disembunyikan dari dunia, karena cenderung lebih immoral, tak terkendali, dan tidak sesui dengan citra ideal yang ditentukan masyarakat. Perasaan senang ketika melihat orang lain kesusahan merupakan bukti eksistensi shadow dalam diri manusia.
Lantas, apakah shadow merupakan kepribadian jahat manusia? Bisa dikatakan seperti itu, namun, kadang kala tidak juga. Ia dianggap demikian karena rasa malu yang diletakkan kepadanya akibat ketidak sesuaian dengan persona. Ketika kita mampu mengintregasikan keduanya (persona dan shadow) maka kita bisa mengambil sikap sesuai porsi masing-masing.
Terakhir ada anima dan animus. Pengertian singkat yang lazim digunakan adalah anima merupakan perwujudan sosok feminin internal laki-laki dan animus sosok maskulin internal perempuan.
Anima dan animus merupakan dua kepribadian kuat yang kadang kala tidak disadari keberadaannya. Jung berpendapat jika masing-masing gender memiliki komponen femini dan maskulin sekaligus. Perbedaan empirisnya hanyalah seberapa banyak laki-laki dan perempuan memilikinya.
Contoh kecil dari kepribadian ini adalah seorang ibu, yang diluar ia begitu sabar dan penyayang. Namun, jika ditilik lebih dalam, ibu merupakan sosok perempuan yang tangguh, tidak mudah menyerah, dan teguh.
Sama halnya dengan ayah, meskipun di luar ia telihat tangguh, kuat dan rasional. Namun, pada saat-saat tertentu ia akan mudah tesentuh dan sentimentil.
“Kita dapat mengamati perlakukan seseorang terhadap orang lain dengan mudah, tetapi dibutuhkan ketajaman khusus untuk melihat cara seseorang memperlakukan dirinya sendiri.” (Halaman 154)
Melalui buku ini, saya rasa Murray Stain sudah berhasil menjabarkan kerangka pemikiran Jung dengan sangat detil. Meskipun saya sempat kebingungan karena kepenulisan antar bab yang tidak sistematis. Terlepas dari hal tersebut, buku ini memiliki penjelasan yang sangat mendalam walaupun dalam sampulnya tertulis introduction atau masihlah sebuah pengenalan terhadap peta jiwa Jung.
Penulis: Titan
Editor: Ulum