Pen­gang­gu­ran dan kemiski­nan memicu pernika­han dini di Kabu­pat­en Tulun­ga­gung. Berba­gai pro­gram pen­gen­tasan kemiski­nan sudah dilakukan namun angka pernika­han dini masih terus meningkat.

Ruang Pelayanan di Pen­gadi­lan Aga­ma (PA) Kabu­pat­en Tulun­ga­gung, Kamis, 29/09/2022. Foto: Ana Asihabudin

Tam­pak seo­rang perem­puan dan laki-laki paruh baya ten­gah duduk di teras rumah mere­ka. Sang perem­puan sedang menggen­dong seo­rang bali­ta yang belum genap beru­sia satu tahun. Sang bali­ta ter­li­hat anteng dan tak rewel. Sesekali ked­u­anya bercan­da dan men­ga­jak inter­ak­si sang balita. 

Aktiv­i­tas itu mere­ka lakukan di wak­tu sen­g­gang bersama cucu per­ta­manya. Sang perem­puan dan laki-laki paruh baya terse­but adalah orang tua dari Nawang (bukan nama sebe­narnya), 17 tahun, yang meru­pakan istri dari Jaka (bukan nama sebe­narnya), 19 Tahun. Mere­ka telah melang­sungkan pernika­han sela­ma kurang lebih satu tahun. Saat mere­ka menikah, Nawang masih beru­sia 16 tahun dan Jaka beru­sia 18 tahun.

Kulo menikah wak­tu mau masuk SMA, lekne Mase pun medal SMA. Jalarane niku amar­gi kulo hamil rumiyen, terus kaleh orang tua dinikahkan (Saya menikah wak­tu mau masuk SMA ‑masih kelas IX SMP-. Kalau Mas­nya ‑sua­mi- sudah lulus SMA. Penye­bab­nya kare­na saya hamil dulu, terus dinikahkan sama orang tua),” ujar Nawang saat dite­mui di rumah­nya di Keca­matan Kali­dawir, Ming­gu, 2 Okto­ber 2022.

Saat ini, Jaka bek­er­ja ser­abu­tan seba­gai pen­goset atau buruh di kebun tebu  yang mem­ber­sihkan daun ker­ing dari batang tebu. Semen­tara Nawang bek­er­ja seba­gai Ibu rumah tang­ga. Nawang men­gaku sejak menikah, perekono­mi­an kelu­ar­ganya terkadang men­gala­mi kesulitan.

Perekono­mi­an sete­lah menikah nggeh kadang sulit, kadang lan­car amar­gi tasek bela­jar (Perekono­mi­an sete­lah menikah terkadang sulit, terkadang lan­car kare­na masih bela­jar), ujar Nawang. Ia juga men­gaku peng­hasi­lan­nya cukup untuk memenuhi kebu­tuhan sehari-hari namun terkadang harus mem­in­jam uang untuk men­cukupi kebu­tuhan anaknya yang masih balita. 

Pernika­han Nawang dan Jaka ter­catat di Kan­tor Uru­san Aga­ma (KUA) Keca­matan Kali­dawir pada 26 Juli 2021. Menu­rut keteran­gan Asrofi selaku penghu­lu yang menikahkan Nawang dan Jaka, sebelum­nya Jaka eng­gan bertang­gung jawab atas kehami­lan yang diala­mi Nawang “Akhirnya saya dim­intai tolong oleh ayah­nya Nawang untuk men­e­mui Jaka dan mem­inta per­tang­gung­jawa­ban,” ujar Asrofi. Sete­lah diberi pengert­ian dampak hukum­nya jika tidak bertang­gung jawab, Jaka akhirnya berse­dia menikahi Nawang

Selain hamil sebelum menikah, alasan klasik untuk menghin­dari zina juga jadi alasan sese­o­rang menikah di usia dini atau masih beru­sia anak. Namun dampaknya, salah satu dari mere­ka ter­pak­sa putus sekolah.

Seper­ti yang diala­mi Kun­ti (bukan nama sebe­narnya), 16 tahun, yang dinikahi Pan­du (bukan nama sebe­narnya), 22 tahun. War­ga Keca­matan Sen­dang ini baru saja menikah pada 9 Sep­tem­ber 2022. 

Menikah untuk menghin­dari zina dan men­da­p­at dukun­gan dari pasan­gan dan orang tua,” kata Pandu. 

Pan­du bek­er­ja seba­gai peter­nak sapi dan Kun­ti seba­gai ibu rumah tang­ga. Pan­du men­gaku perekono­mi­an mere­ka sejak menikah cukup. “Alham­dulil­lah cukup untuk kebu­tuhan sehari-hari,” kata Pandu.

Tren Pernika­han Usia Anak di Kabu­pat­en Tulungagung

Pen­gala­man pasan­gan sua­mi istri, Jaka-Nawang dan Pan­du-Kun­ti, meru­pakan bagian dari tren pernika­han dini di Tulun­ga­gung yang cen­derung meningkat dari tahun ke tahun. Naiknya angka pernika­han dini dap­at dil­i­hat dari naiknya per­mo­ho­nan Dis­pen­sasi Kaw­in (Diska) dari tahun 2018 sam­pai den­gan tahun 2021. 

Per­mo­ho­nan Diska terse­but meru­pakan syarat bagi pasan­gan yang belum cukup usia menu­rut keten­tu­an Undang-Undang (UU) Nomor 16 Tahun 2019 ten­tang Perkaw­inan. Undang-undang terse­but men­je­laskan batas min­i­mal usia menikah bagi laki-laki dan perem­puan adalah 19 Tahun. Oleh kare­nanya, pasan­gan yang beraga­ma Islam dan belum beru­sia 19 tahun harus men­ga­jukan Diska ke Pen­gadi­lan Aga­ma (PA) agar diberi dis­pen­sasi untuk menikah. 

Berdasarkan data yang telah dihim­pun dari Sis­tem Infor­masi Penelusuran Perkara (SIPP) Pen­gadi­lan Aga­ma Kabu­pat­en Tulun­ga­gung, jum­lah perkara diska sem­pat turun dari tahun 2017 ke 2018. Namun sejak tahun 2019 hing­ga 2021 terus men­gala­mi kenaikan den­gan rata-rata 40,38 persen.

Kenaikan tert­ing­gi ter­ja­di pada tahun 2020 sebe­sar 124,15 persen atau lebih dari dua kali lipat. 

Lon­jakan terse­but patut diduga ter­ja­di kare­na adanya peruba­han batasan usia menikah untuk perem­puan dari negara. Undang-Undang (UU) Nomor 16 Tahun 2019 mere­visi keten­tu­an dalam UU Nomor 1 Tahun 1974 ten­tang Perkaw­inan. Usia menikah untuk perem­puan yang sebelum­nya min­i­mal 16 tahun dit­ingkatkan men­ja­di 19 tahun atau sama den­gan usia menikah laki-laki yang juga 19 tahun. Keten­tu­an itu berlaku sejak Okto­ber 2019. 

Kenaikan batas usia menikah pada perem­puan terny­a­ta tidak ser­ta mer­ta dap­at menekan angka pernika­han dini, jus­tru men­gak­i­batkan per­mo­ho­nan Diska naik pesat. 

Desain Info­grafis: Tony Setyawan

Berdasarkan data per­mo­ho­nan diska tahun 2021 dari Pen­gadi­lan Aga­ma (PA) Kabu­pat­en Tulun­ga­gung, ada lima keca­matan den­gan jum­lah diska tert­ing­gi antara lain Keca­matan Sen­dang, Pager­wo­jo, Rejotan­gan, dan Kalidawir.

Desain Info­grafis: Tony Setyawan

Menu­rut Kepala KUA Keca­matan Sen­dang, Jauhari, may­ori­tas masyarakat yang menikah di usia dini kare­na sudah tidak melan­jutkan seko­lah ke jen­jang yang lebih tinggi. 

May­ori­tas masyarakat seki­ranya tidak seko­lah, di rumah, dan sudah bisa bek­er­ja akan menikah. Bisa dikatakan menikah kare­na keing­i­nan,” katanya, Kamis,  29 Sep­tem­ber 2022. 

Menu­rut­nya, pernika­han dini di Keca­matan Sen­dang yang meru­pakan daer­ah pegu­nun­gan telah men­gakar kuat dan telah men­ja­di hal yang wajar bagi masyarakat setempat.

Selain fak­tor kewa­jaran menikah dini, ter­da­p­at fak­tor lain seper­ti ekono­mi dan per­gaulan bebas. Fak­tor terse­but menye­babkan pernika­han dini di Keca­matan Sen­dang meningkat pesat.

Desain Info­grafis: Tony Setyawan

Bukan hanya di Keca­matan Sen­dang, fak­tor putus seko­lah juga men­ja­di penye­bab dom­i­nan dari pernika­han dini yang dilakukan war­ga dari selu­ruh keca­matan di Kabu­pat­en Tulun­ga­gung sela­ma tahun 2021. Fak­tor putus seko­lah ini berkai­tan erat den­gan masalah ekono­mi masyarakat, meskipun bukan men­ja­di alasan uta­ma. Putus seko­lah terse­but akan men­gak­i­batkan naiknya tingkat pengangguran.

Keterkai­tan Pernika­han Dini den­gan Pen­gang­gu­ran dan Kemiskinan

Berdasarkan data pen­gang­gu­ran yang dihim­pun dari Badan Pusat Sta­tis­tik (BPS) Kabu­pat­en Tulun­ga­gung, jum­lah pen­gang­gu­ran terus meningkat dari tahun 2017 sam­pai 2021. Kenaikan tert­ing­gi jum­lah pen­gang­gu­ran ter­ja­di pada tahun 2020 sebanyak 27.951 jiwa atau naik sebe­sar  31,71 persen jika diband­ing tahun 2019 den­gan jum­lah pen­gang­gu­ran 19.089 jiwa. Kenaikan jum­lah pen­gang­gu­ran di tahun 2020 ini diduga aki­bat pan­de­mi Covid-19 yang berdampak pada pemu­tu­san hubun­gan ker­ja maupun stag­nan­nya inves­tasi dalam rang­ka efisiensi.

Desain Info­grafis: Tony Setyawan

Menu­rut penelit­ian Eka & Amalia (2022) ten­tang tingkat putus seko­lah, kemiski­nan, dan pen­gang­gu­ran ter­hadap krim­i­nal­i­tas, ada banyak hal yang akan ditim­bulkan aki­bat pen­gang­gu­ran ter­bu­ka seper­ti bertam­bah­nya pen­duduk miskin dan menu­runk­an daya beli masyarakat. Tidak hanya itu pen­gang­gu­ran ter­bu­ka juga dap­at menim­bulkan kesen­jan­gan sosial dan masih banyak aki­bat lainnya. 

Berdasarkan data jum­lah pen­duduk miskin Kabu­pat­en Tulun­ga­gung yang dihim­pun dari BPS Jawa Timur menun­jukkan jum­lah pen­duduk miskin dari tahun 2017 sam­pai 2019 sem­pat menu­run. Namun sejak 2020 hing­ga 2021, jum­lah pen­duduk miskin meningkat.

Desain Info­grafis: Tony Setyawan

Semen­tara itu, fak­tor pen­gang­gu­ran yang memicu kemiski­nan berkon­tribusi pada naiknya pen­ga­juan dis­pen­sasi kaw­in di Kabu­pat­en Tulun­ga­gung. Menu­rut juru bicara PA Kabu­pat­en Tulun­ga­gung, Moham­mad Huda, fak­tor ekono­mi tidak bisa dilepaskan dari pen­ga­juan dis­pen­sasi kaw­in. Namun, fak­tor ekono­mi tidak dap­at dijadikan alasan pemo­hon dalam men­ga­jukan dis­pen­sasi kaw­in. Sebab, jika pemo­hon beralasan kare­na fak­tor ekono­mi, maka pen­ga­juan dis­pen­sasi kaw­in­nya ter­an­cam ditolak. 

Begi­ni, kalau yang menikah dini itu rata-rata ekono­mi orang tuanya kurang mapan, anak-anak belum siap menikah, tapi ekono­mi bukan men­ja­di alasan untuk mere­ka untuk men­ga­jukan dis­pen­sasi, sebe­narnya itu alasan kena­pa harus dito­lak. Segi ekono­mi khan belum mapan, sehing­ga dipastikan mere­ka kalau berumah tang­ga kemu­ngk­i­nan akan gagal kare­na fak­tor ekono­mi,” ujar Huda, Selasa, 27 Sep­tem­ber 2022.

Sedan­gkan menu­rut Peker­ja Sosial di Unit Layanan Ter­padu Per­lin­dun­gan Sosial Anak Inte­gratif (ULT PSAI) Kabu­pat­en Tulun­ga­gung, Akrin, kemiski­nan men­ja­di salah satu fak­tor adanya pernika­han dini. 

Jadi, per­nah ada yang ke sini itu orang tuanya sak­it-sak­i­tan butuh pen­go­b­atan. Akhirnya anaknya dis­u­ruh untuk menikah. Akhirnya si ibu tadi biaya pen­go­b­atan­nya di-cov­er (ditang­gung) oleh si menan­tu,” katanya.

Namun menu­rut Akrin, kurang siap­nya men­tal anak yang menikah dini akan berpoten­si menim­bulkan masalah sosial baru ter­ma­suk kek­erasan dalam rumah tang­ga (KDRT). Dari kasus kek­erasan terse­but akan berak­i­bat pada penelan­taran anak dan perceraian.

Hal yang sama dikatakan Kepala Sek­si Per­lin­dun­gan Perem­puan dan Anak Dinas Kelu­ar­ga Beren­cana, Pem­ber­dayaan Perem­puan, dan Per­lin­dun­gan Anak (KBPPPA) Kabu­pat­en Tulun­ga­gung, Winarno. Menu­rut­nya, fak­tor ekono­mi juga dap­at berpen­garuh pada ter­jadinya pernika­han dini. “Kare­na den­gan menikahkan anaknya, ada hara­pan peruba­han sta­tus ekono­mi dalam sebuah kelu­ar­ga,” katanya, Selasa, 4 Okto­ber 2022. 

Winarno juga men­gatakan pernika­han dini berpoten­si menim­bulkan masalah baru seper­ti KDRT, percera­ian, dan penelan­taran anak. Bahkan menu­rut­nya, hara­pan untuk mem­per­bai­ki ekono­mi lewat pernika­han dini, malah bisa menim­bulkan masalah ekono­mi baru kare­na belum siap­nya ekono­mi pasan­gan yang menikah dini. “Masalah ekono­mi selain men­ja­di fak­tor, juga bisa jadi dampak, kare­na meli­hat pasan­gan yang di bawah umur belum memi­li­ki kesi­a­pan dalam hal ekono­mi,” katanya.

Sosial­isasi ke Seko­lah dan Masyarakat

Sela­ma ini, sejum­lah pihak sebe­narnya sudah beru­paya melakukan sosial­isasi untuk untuk mence­gah pernika­han dini. Seper­ti yang dilakukan KUA Keca­matan Kalidawir.

Cara yang per­ta­ma secara for­mal kita meng­hadirkan mudin (penghu­lu) dan Dinas KBPPPA. Kita sam­paikan sosial­isasi ten­tang masalah pernika­han dini dalam satu majelis ten­tang pen­de­wasaan usia nikah,” kata Kepala KUA Keca­matan Kali­dawir, Lamu­ji, Rabu, 5 Okto­ber 2022.

Hara­pan­nya, penghu­lu akan menyam­paikan secara lang­sung pada masyarakat. “Kemu­di­an yang ked­ua secara infor­mal melalui penyu­luh aga­ma kita sam­paikan pesan untuk terus mem­berikan sosial­isasi lang­sung pada masyarakat,” ujarnya. 

Upaya pence­ga­han juga dilakukan Dinas KBPPPA den­gan melakukan sosial­isasi ke siswa dan orang tua. Penyu­luhan dilakukan den­gan tujuan memas­tikan agar siswa dan orang tua menyadari pent­ingnya wajib bela­jar 12 tahun. Selain itu juga mem­berikan wawasan pada siswa untuk bersosial media yang sehat dan men­ja­ga kese­hatan reproduksi.

Penyu­luhan ke seko­lah itu kita beri edukasi men­ge­nai bersosmed yang sehat,  tum­buh kem­bang di era dig­i­tal, dan kese­hatan repro­duk­si, ser­ta dampak seks bebas, pernika­han dini, dan narkoti­ka,” ujar Kepala Sek­si Per­lin­dun­gan Perem­puan dan Anak Dinas KBPPPA Kabu­pat­en Tulun­ga­gung, Winarno.

Penang­gu­lan­gan Pen­gang­gu­ran dan Kemiskinan

Seba­gai salah satu fak­tor pen­dorong pernika­han dini, pen­gang­gu­ran dan kemiski­nan per­lu ditan­gani secara kom­pre­hen­sif. Selain melak­sanakan pro­gram penang­gu­lan­gan pen­gang­gu­ran dan kemiski­nan dari pemer­in­tah pusat, Pemkab Tulun­ga­gung melalui Tim Koor­di­nasi Penang­gu­lan­gan Kemiski­nan Daer­ah (TKPKD) juga memi­li­ki pro­gram dan ino­vasi kebi­jakan dalam penang­gu­lan­gan pen­gang­gu­ran dan kemiskinan.

Pro­gram terse­but antara lain pengem­ban­gan Unit Layanan Ter­padu Per­lin­dun­gan Sosial Anak Inte­gratif (ULT PSAI), Pem­ber­ian Ban­tu­an Iuran Daer­ah (PBID), penan­ganan Penyan­dang Masalah Kese­jahter­aan Sosial (PMKS), per­lu­asan dan pen­guatan pelati­han ker­ja pada Bal­ai Lati­han Ker­ja (BLK), ban­tu­an Rehab Rumah Tidak Layak Huni (RTLH), listrik bagi kelu­ar­ga kurang mam­pu, pem­ban­gu­nan MCK bagi war­ga miskin, dan pengem­ban­gan Kop­erasi Wanita.

Salah satu ban­tu­an bagi war­ga miskin dari pemer­in­tah pusat mis­al­nya Ban­tu­an Pan­gan Non Tunai (BPNT). Berdasarkan data Badan Pusat Sta­tis­tik Jawa Timur, jum­lah Kelu­ar­ga Pener­i­ma Man­faat (KPM) BPNT di Tulun­ga­gung tahun  2018 hing­ga 2020 meningkat dan berku­rang di tahun 2021. 

Desain Info­grafis: Tony Setyawan

Dinas Sosial meru­pakan salah satu unsur dalam TKPKD. Salah satu tugas Dinas Sosial adalah melakukan pemu­takhi­ran data pener­i­ma ban­tu­an sosial atau yang dise­but den­gan Data Ter­padu Kese­jahter­aan Sosial (DTKS). Secara berkala, Dinas Sosial setem­pat melakukan bimbin­gan tek­nis pen­gelo­laan DTKS dan pro­gram ban­tu­an sosial. 

Seti­ap tahun untuk Data Ter­padu Kese­jahter­aan Sosial (DTKS) selalu men­gala­mi peruba­han. Kegiatan bimtek seba­gai upaya update data untuk keper­lu­an DTKS tahun 2022 ter­ma­suk untuk pen­gelo­laan data fakir miskin untuk caku­pan wilayah Kabu­pat­en Tulun­ga­gung,” kata Kepala Dinas Sosial Kabu­pat­en Tulun­ga­gung, Suyan­to, diku­tip dari laman Dinas Sosial Tulun­ga­gung.

Suyan­to men­gatakan berdasarkan pasal 11 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2011 ten­tang Penan­ganan Fakir Miskin dise­butkan bah­wa DTKS yang dite­tap­kan oleh Menteri Sosial meru­pakan dasar bagi pemer­in­tah dan pemer­in­tah daer­ah untuk mem­berikan ban­tu­an dan pem­ber­dayaan. “DTKS meru­pakan data yang mem­pun­yai kedudukan san­gat vital dalam pro­gram penang­gu­lan­gan kemiski­nan,” katanya. (*)

Karya ini meru­pakan hasil Pelati­han Jur­nal­isme Data Inves­ti­gasi 80 Jam untuk Maha­siswa yang dis­e­leng­garakan Alian­si Jur­nalis Inde­pen­den (AJI) Indone­sia den­gan dukun­gan USAID dan Internews. Karya ini dim­u­lai den­gan taha­pan mengumpulkan data den­gan data­base dan dituangkan dalam kerang­ka mas­ter­file. Berikut link data­base dan mas­ter­file tersebut. 

Penulis: Ana Asi­habudin
Reporter: Ana Asi­habudin

Redak­tur : Bayu Galih